Deru Napas dan Jerit Jiwaku

Deruku menyapa zaman, jeritku melempar sunyi malam

Monday, November 27, 2006

TEPIANKU BEKU

celotehku pilu
sajakku kelu
syairku haru
puisiku sendu
tepianku beku

***

MELAINKAN...

seulung apa pun nakhoda
ombak menggulung angkasa
samudra petir menjelma

seulung apa pun dia
nakhoda didaulat niaga
saudagar dibaptis nakhoda

Bukan tak mungkin, melainkan...

PsMinggu, 28 November 2006

RONTAK PILU

BUNG, lidah ini pahit kelu
lisan membisu pula sembilu

Bung, jiwa ini tersiksa iming palsu
hingga mata air mata luruh sendu

Bung, ini ombang-ambing keadaan pilu
absurd itu pun menggodam akal nuraniku

Bung, kalau sudah begitu
lantangku satu:
Rontak...!

PsMinggu, 27 November 2006

Sunday, November 26, 2006

HADIRMU

MALAM pada pertemuan itu
hadirmu jelas menepis gusar

Namun,
malam pada pertemuan itu

Hampir tiada tawa lebar
antara kau dan aku,
malah agak terkesan kaku

Ya,
malam pada pertemuan itu
Jalin keakraban suasana sekitar
tak menular

Mungkin,
lantaran pertama lihat hadirmu

Gatsu, 27 November 2006

BENAR ITU KAU

Benar itu kau,
bila hendak jalan beriring,
tidak di belakang bayang-bayang, tak pula di muka
bayang-bayang.

Benar itu kau,
namun tanpa kata akankah dan ragu,
hanyalah hujan penenang gundah.

Benar itu kau,
bukan mengubah melainkan menjalani,
dan menapaki segala terjal
mendaki maupun curam menurun.

Benar itu kau,
jikalau sudi menyinari
dengan terang gemintang.
Bila pula tetap membuka
dan membaca lembaran-lembaran ini.

Benar itu kau,
dan tak perlu diganti cermin itu,
tidak perlu pula mencari permukaan air lain
Cermin itu ada di relung batin.

(Tapak Berderap XXVIII, 15 November 2006)

LUPA

Lupa...
Lupa semua
Lupa segala
Bah!
Bahkan, kata lupa pun nyaris kau tak ingat

Gatsu, 9 November 2006

BAYANGKAN, MEMBAYANGI BAYANG-BAYANG

Bayang-bayang kentara lantaran kirana jua
Bayang-bayang pun tak usah dihalau,

karena begitulah adanya:
datang tanpa diundang, pergi tanpa dipinta

Bayang-bayang bukanlah mistar hasrat,

melainkan antara ada tiada:
dekat tapi tak tergapai.

(Tapak Berderap V, 23 Desember 2005)

LEBIH JAUH LAGI...
(BAIT KEEMPAT PROLOG TAPAK BERDERAP)


BILAMANA Sang Kembara menatap buliran akhir jam pasir terjatuh,
maka cukuplah penantian ini
Kelopak hati ternyata tak kunjung merekah mewangi,
tuk mengusir kegalauan ini

Sudahlah wahai empu sepasang bola mata bekerlip bagai gemintang
Sang Kembara hendak beranjak,
melangkahkan tapak menuju puncak kesunyian bukit kaki cakrawala
Jauh, mungkin teramat jauh...

Andai lebih jauh lagi...,
sebab waktu tidak menanti melainkan terus bergulir

*

JANGAN BILANG TERDIAM
(BAIT KETIGA PROLOG TAPAK BERDERAP)


BENARKAH engkau sebut aku terdiam?
Bila benar begitu, kiranya kau keliru
Lantang suaraku tetap menyapamu,
walau hanya berupa sepenggal syair
Jadi, jangan bilang terdiam

*

DINGIN TAK MEMBEKU
(BAIT KEDUA PROLOG TAPAK BERDERAP)


DINGIN
Begitulah sepintas raba
Padahal dingin ini hanyalah selubung kerisauan
Selubung tak membekukan

PsMinggu, awal Desember 2005

KEMBARA (BAIT PERTAMA PROLOG TAPAK BERDERAP)

KEMBARA berpulang badai,
badai gemuruh di hati

Kembara menyelami samudra,
samudra misteri cinta

Ya, kembara melalang itu semua,
memupus segalanya

PsMinggu, 26 November 2005

PERCIK

MEMERCIK secercah asa
Asa mendebur laksana ombak

Ombak yang siap menggulung,
percikan masa lampau

PsMinggu, 24 November 2005

SUNYI HAMPA

Sunyi
Sepi
Senyap
Lengang
Hening

Sendiri
Kosong
Hampa

PsMinggu, 5 November 2005

GEGAS

BERGEGAS, semua bergegas
Dan hari pun bergegas

Andai tak perlu bergegas,
semangat `kan meranggas

Gatsu, 30 Oktober 2005

GERAM MALAM

GELIMPANG malam diterjang pedih
Selempang putih menjadi kusam
Menerjang asa menggumpal sendu
Melayang `kan pergi hiraukan semua
Hanya geram tertinggal semu

Pedih
Kusam
Sendu
Semua
Semu

Geramku menyibak kelam malam

PsMinggu, 26 Oktober 2005

SENJA INI

SENJA ini kawan...
Ya, senja ini
Tatkala tapak-tapak kaki tak terhitung bilangan
Lelah tak terperikan

Namun kaki kita tetap harus menjejak
di sini
Ya, di sini
Sampai kapan?

PsMinggu, 25 Oktober 2005

PENDAR CAHAYA JANGANLAH...*

Pendar cahaya jikalau memudar,
janganlah menjauh

Andaikan benar tersipu dan bergetar,
janganlah menjauh

Mainkanlah segera harpa kehidupan melodi surgawi


*Terinspirasi dari:

Surat Cinta Khalil Gibran untuk May Ziadah

...Dekatkan dahimu, Mariam, ya dekatkan padaku.
Ada sekuntum mawar putih dalam hatiku yang ingin kusematkan dekat dahimu.
Betapa manisnya cinta bila mawar itu gemetar menahan malu...

PsMinggu, 20 Oktober 2005

SUDAHLAH...

TATKALA malam menyibak kelam,
kemerlap menderang lara hati
Edan kesmaran
Bersambut,
tapi bergelayut makna

Sudahlah,
akhiri sendu dan lirih
Campakan topeng itu

Dengarlah,
swara samsara membuncah
s'tlah sekian lama tersendat

Railah angan,
bersanding adanya.

PsMinggu, 27 September 2005

BAIT JIWA*

JIWA terkadang memang merintih,
ada kalanya pula meletup

Tatkala dua itu menerbit,
biarkanlah...

Biarkan itu meletup sekalian
hingga berujung

Hadapi dan jalani saja,
seolah menikmati

Dan mendendangkan bait-bait,
bait jiwa

*Didedikasikan buat hati yang bergemuruh

PsMinggu, 27 Agustus 2005

LIRIH

ADA nada lirih,
teramat malah

Bisik melebih,
sini melabuhlah...

Menaut jiwa lirih,
menepis gundah

PsMinggu, 26 Agustus 2005

PERANGKAP SUNYI

Batas kesunyian
tanpa cahaya berpendar
hanyalah hitam

*

NALAR SUNYI

Hakekat kesunyian:

Memetik asa,
mengulum makna

*

BAHASA SUNYI

Bukanlah menggariskan,
melainkan menjelaskan

*

DAYA SUNYI*"

Di balik keterbatasan
selalu ada secercah kemungkinan
Itulah daya kesunyian

Dan, kesunyian memang tak mesti bernyanyi*

*"Celoteh Pendaki Sunyi, menjawab nukilan Kumpulan Sajak Nyanyi Sunyi Amir Hamzah

...Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus...

PsMinggu, 11 Agustus 2005

PILU LANGIT

SEGURAT makna ini mungkin pilu
Petang pun menggeloyor tanpa pamit
Bersembunyi pada kelam kelu
Kelam di langit

PsMinggu, 4 Agustus 2005

TARUNG BADAI

LELAKI itu benar-benar di persimpangan badai.
Di mana gelegar halilintar dan gemuruh ombak sahut-menyahut,
siap menelan bulat-bulat apa pun

Dengan segurat senyum,
ia pun menghampiri bala tantangan tersebut

Petarung ini merindu tarung,
tarung badai

PsMinggu, 29 Juli 2005

CAKRAWALA SAMUDRA*

TEBAL rindu menggelombang,
mendebur riuh relung sukma

Tepian pasir kampung halaman membayang,
tatkala pinisi-pinisi tercipta

Tak salah bila waktu melompat berabad ke belakang,
di mana leluhur berpeluh baja

Tekad mereka pun terpancang,
"Sekali layar terkembang,
cakrawala anjungan semata samudra berpandu hiasan angkasa."


* Terinspirasi dari seorang karib dan didedikasikan bagi jiwa yang sunyi

PsMinggu, 9 Juni 2005

ENGKAU BILANG...

ENGKAU bilang ini laut,
ternyata bukan.

Kau bilang pula itu gunung,
ternyata bukan.

Aku pun terbahak,

sebab orang bijak pernah berucap
"Katakanlah kebenaran walau sepahit apa pun."

PsMinggu, 8 Juni 2005

BIARKANLAH

HATI sunyi menjurang
Membiarkan jiwa menyentuh dasar relung
Biarkanlah,
bila rasa itu memang tak menyapa lagi


PsMinggu, 27 Mei 2005

MELEMPAR MALAM

MELEMPAR malam tak bersahabat
Di mana langit tak berpenghuni
Dan kelam...

PsMinggu, 1 Mei 2005

JIWA-JIWA BRUTUS

KELU menggigit rakus
Gigil menyergap tulang

Bukan...bukan Brutus
Cuma jiwanya yang menjelma datang

Gatsu, 13 April 2005

ASA MELATA

RINDUKU menyapa malam,
kerinduan nan terlunta

Penantianku menyibak temaram,
gundah gulana ternyata

Padang pun membentang kelam,
gelap semata

Mungkin dahaga ini kan tenggelam,
ditelan asa melata...

PsMinggu, 31 Maret 2005

KUAS LIAR

Kanvas hidupku tak selebar angkasa sedalam samudra,
mungkin tidak lebih dari daun kelor.
Hanya,
sapuan kuasku bergerak liar.

PsMinggu, 27 Maret 2005

ADA KISAH

ADA kisah lama di relung hatimu,
sepenggal asa yang kini membisik redup

Pada tempo lain,
kisah itu memang mengalun tapi tak sampai menepi atau meletup

*

MENAMBAT KISAH

KISAH itu menjerit sukma
Kisah itu menambat waktu

*

MENYAPU KISAH

NAMUN,
hanyalah jerit tak bermakna
Dan, tambatan penuh galau

Mungkin, kisahmu kini bakal tersapu
Menyapu bayang-bayang semu itu

*

MENYAMBUT KISAH

MENYAMBUT setelah letih menanti
Penantian semu tak terjawab

Menyambut untuk memastikan
Kepastian dan jawaban

Menyambut dan membuang kisah pilu

*

MEMULAI KISAH

MEMULAI...
Dan mengalir...

*

KISAH [BUKAN] SEMU

Hmm...

PsMinggu, 17 Maret 2005

MENUNGGU GEMUNUNG MENCAIR DAN MENGGULUNG

TAK pernah kucoba tuk mendaki
Kutahu tak mudah tapaki jejakmu
Tak kucoba terus menggali hingga kedalaman hati
Kuyakin hanya temukan kegelapan semu

Bila memang kau adalah bongkahan gunung es
Pasti pernah kudapati lelehanmu menetes

Ingin kudekap lerengmu seperti lautan
Kakimu menghujam dan memeluk bumi
Puncakmu tetap mendengak mengambang
Goyahkah hatimu diombang-ambing sepi

Maunya kumenjadi matahari
Bertengger di ujung batok kepalamu
Biar kau meleleh tunjukkan diri sejati
Yakinkah dirimu hanya membeku bukan membatu

~Axp_nhd from bee

MENGGARIS ANGKASA, MENGGURAT BINTANG, MENUANG SUKMA

Menggaris cakrawala luas angkasa, begitulah...
Menggurat perlahan sebuah bintang, begitulah...

Dan pada akhirnya...
Menuang sukma dahaga

*

MENGASAH WAKTU, MENAJAM ASA

Mengasah...ya, mengasah waktu yang kian berderu
Menajam...ya, menajam asa yang kian melayang
...
Menderu waktu diembus sendu
Melayang asa diterjang malang
...
Itu semua hanyalah untaian fatamorgana
Fatamorgana kehidupan...

Gatsu, 6 Februari 2005

LERUNG SUNYI DI PEKAT MALAM

DINGIN malam menyapa diri penuh luka
Luka torehan menganga bisu
Kebisuan dan kesunyian melaksa

Di pekat malam,
sunyi pun bersemayam
Di kedalaman relung,
tipis mengayam

Lerung sunyi,
berasap jingga

Jingga yang beringsut terbang
Menukar pekat malam
Sangat pekat

PsMinggu, 21 Januari 2005

HATI SIAPA TAK TERCABIK

ENAM hari jelang tahun berganti
Kabar duka datang dari ujung Utara Pulau Andalas
Aceh dikoyak, Pulau Nias dan sebagian Sumatra Utara dihantam
Pun sejumlah negeri seberang lautan

Hati siapa tak tercabik, mendengar dan melihat kiamat kecil itu
Guncangan gempa dan terjangan Tsunami itu memang dahsyat
Lautan air mata pun tak terbendung
Mereka tak kuat menyaksikan hampir seratus laksa jiwa melayang

Memang, bencana tak memilih apa yang hendak diterjang.
Rumah gedung di kota maupun pondok di dekat pantai hampir semuanya rata dengan tanah.

Jutaan orang kini beratap langit
Jutaan orang letih dan kelaparan
Jutaan orang cemas

Tanya mereka pun serupa
Di mana sanak saudara kami?

Wahai bangsaku, negeri kita tengah ditimpa musibah
Ulurkan tangan dan doamu
Dan, batalkan hura-hura tahun baru ini

Gatsu, Desember 2004

MENGUNTAI KERLIP CAHAYA

Begitu lama penantian...
Hingga mengundah
Tatkala segala itu mesti mengalun
Sampai membuncah pecah

Dan akhirnya...
Tambatan waktu pun mesti melabuh hati

PsMinggu, 26 November 2004

ENTAH

WAHAI kerlip cahaya
Wahai sentuhan relung
Wahai geliat asa
Wahai getaran jantung

Penantian
Padamu

Hanya entah...

PsMinggu, 20 November 2004

OTAKMU KERONTANG

BOLEH dibilang kering kerontang
Miskin ide, tak selangit
Bisa dikata kesesatan terbayang
Tiada asa hingga ke langit

Payah
Parah
Susah
Resah

Dasar... Otak kerontang

Siapa?

Gatsu, 14 Oktober 2004

JELAJAH BISU DAN SUNYI

LINCAH jari menepi asa,
seiring sorot mata meredup senja

Putaran benak mengalun dahaga,
sewaktu pertanyaan arti hidup menyeruak kuat

Gelak tawa menghambur getir,
senyum tanpa makna pun menebar sia-sia

Bisu dalam kebisuan
sunyi di kesunyian
bisu pun menjemput sunyi

Sang Kebisuan pun melantang geram
menantang kesunyian tak kunjung menepi
mengakhiri jelajah tanpa makna

Huh, bosan aku!

Gatsu, 6 Agustus 2004

KEPADA WANITA (Bagian Kedua)

Berat napasmu mengiringi langkah hidupku
canda kecilmu menerbitkan hasratku
membelah kesunyian jiwa
mengombak dahaga
dahaga mengangkasa sirna

Turun menghujan impian
membanjiri asa
menggelegak dan meletup

*

KEPADA WANITA

Kepada wanita
yang mampu memacu denyut nadiku
menderaskan aliran darahku
menjungkirbalikkan logikaku, tapi
menenggelamkan hasratku

Kepada wanita, di mana
sejuta untaian kata indah menari
sejuta lirik merdu mengalun
sejuta rasa madu mengendap
dan, jutaan kenikmatan menggoda

Namun,
kesunyian hati tak padam menguap
kegelisahan makin melaksa benak
Semua itu menancap sembilu
Jerit hatiku memberontak
kepada wanita itu...

PsMinggu, 17 Juli 2004

INSPIRASI PUN MENERBIT

KALA inspirasi mesti meminggir masa
Masa demi masa terlewati begitu saja
Ya, begitu saja

Kendala merintang sukma
Rintangan mencoba
Mencoba tapi tak kuasa

Dan, saatnya kini inspirasi menerbit
Menerbit seluas jagat raya
Jagat raya pemikiran

PsMinggu, 28 Maret 2004

TERAWANG PEKAN INI

SANG ambisius terseok di kedalaman ambisinya yang tak tergapai.
Oh, kasihan...

Si pedendam terjungkal di lubang dendam yang tak terlampiaskan.
Oh, kasihan...

Pun pendengki yang terperosok lantaran kebusukan hatinya.
Oh, kasihan...

Gatsu, 6 Februari 2004

SI ANJING KURAP

Longlongan itu menyayat malam
Milik si anjing kurap

Terjepit di kegalauan malam
Longlongan mengiba

Mengendus tak lagi kuasa, apalagi menyalak
Air liur pun habis terkuras menjilat sesama jenis

Si anjing kurap itu
Menggelepar derita
Mengais-ngais ampun

Siapa tak iba?
Tapi siapa mau menolong?

Bisa-bisa digigit pula sang penolong
Dasar si anjing kurap!

Gatsu, 1 Januari 2004

LANTARAN KISAHMU JUA

Ehm...
Seperti ceritaku
Dimulai lantaran kisahmu
Kuakhiri pula
Semua dengan suatu kisah

Alkisah...
Tatkala asa menjulang
Angan melambai angin
Angin membalik kodrat
Menetes

Tetes demi tetes
Memercik laun
Meluberi tempayan
Tumpah ruah
Ke pangkuan bumi

Basah menggenang
Bah menjelma
Hanyut terhanyut
Mengaram dasar
Melayang sukma

Taman Firdaus, reinkarnasi...
Jiwa baru, meroda hidup
Menggulir waktu...

*

DENDAM MENGANGKARA


Bening arti tak menepi
Kau begitu mengangkara
Tak menggaris
Dendam...
Begitulah adanya

Bulat makna tak kunjung
Kelam malah membundar

Damai menjauh
Dendam...
Angkara...
Memayungi
Memuncak

*

GETARAN NAN MEREDUP

Getaran berjuta kali
Menoreh hati
Menggoyang jiwa
Campur aduk
Gelisah Batin

Kumenggeliat
Lelap terjaga
Menguak hati
Memberingsut jiwa
Sirna belenggu resah

Getaran... Tak lagi berjuta
Sesekali bergetar
Senyap menyergah
Meredup
Kian meredup

Uhm...

Gatsu, 16 September 2003

PETUALANG KESUNYIAN

Tatkala...
Kesunyian menyinggahi dan merambat jiwa
Kumenoleh
Menyapa
dan mengaribkannya

Ada lorong gulita melambai
Ada pula terowongan benderang meredup

Simpangan itu menoreh jiwa,
menerbitkan angan, serta menggelegakkan hasratku

Walau meletup sekalipun,
nuraniku membisik akan keselarasan hakiki
Hingga melabuhkan kesejatian diri,
tanpa berselubung cadar kepalsuan menjebak

Bukan. Ku bukan penghayat ataupun filsuf

Melainkan petualang kesunyian
Insan yang berupaya menapaki kehidupan apa adanya,
seperti suara alam


catatan:

Menggapai puncak prestasi dan ternama, semua orang mungkin sama, sama-sama menyukainya
Tapi, apakah mereka juga sama?
Sama-sama menyukai jalan terjal berbatu dan tebing curam yang harus dipanjat untuk sampai ke puncaknya.

Gatsu, 16 Agustus 2003

SELAYANG PANDANG

Selayang pandang bukanlah selintas pikir
Selintas pikir tak pula mengendapkan jiwa
Yang mengendap hanyalah emosi
Emosi yang tak perlu meledak tak karuan

Demikian ihwal jiwa yang mendamba kebenaran
Kebenaran yang mungkin dapat disalahkan
Namun tak bisa dikalahkan

Dan, benteng terakhir itu benar ada
Ada di hati nurani

Begitulah


Gatsu, 11 Mei 2003

KERLING MATAMU

Hm...
Mengapa kerling matamu kembali menggalaukan hatiku?
Tak cukupkah, senyum terakhirmu kala itu?

Jangan...
jangan sentuh lagi apa yang tak mungkin kita raih!
Memang, cinta kerap tak bisa memilih,

begitu kan arti senyum terakhirmu itu?
Ataukah, waktu jua kan menjawabnya
Entah...

PsMinggu, 16 Februari 2003