LEBIH JAUH LAGI...
(BAIT KEEMPAT PROLOG TAPAK BERDERAP)
BILAMANA Sang Kembara menatap buliran akhir jam pasir terjatuh,
maka cukuplah penantian ini
Kelopak hati ternyata tak kunjung merekah mewangi,
tuk mengusir kegalauan ini
Sudahlah wahai empu sepasang bola mata bekerlip bagai gemintang
Sang Kembara hendak beranjak,
melangkahkan tapak menuju puncak kesunyian bukit kaki cakrawala
Jauh, mungkin teramat jauh...
Andai lebih jauh lagi...,
sebab waktu tidak menanti melainkan terus bergulir
*
JANGAN BILANG TERDIAM
(BAIT KETIGA PROLOG TAPAK BERDERAP)
BENARKAH engkau sebut aku terdiam?
Bila benar begitu, kiranya kau keliru
Lantang suaraku tetap menyapamu,
walau hanya berupa sepenggal syair
Jadi, jangan bilang terdiam
*
DINGIN TAK MEMBEKU
(BAIT KEDUA PROLOG TAPAK BERDERAP)
DINGIN
Begitulah sepintas raba
Padahal dingin ini hanyalah selubung kerisauan
Selubung tak membekukan
PsMinggu, awal Desember 2005
(BAIT KEEMPAT PROLOG TAPAK BERDERAP)
BILAMANA Sang Kembara menatap buliran akhir jam pasir terjatuh,
maka cukuplah penantian ini
Kelopak hati ternyata tak kunjung merekah mewangi,
tuk mengusir kegalauan ini
Sudahlah wahai empu sepasang bola mata bekerlip bagai gemintang
Sang Kembara hendak beranjak,
melangkahkan tapak menuju puncak kesunyian bukit kaki cakrawala
Jauh, mungkin teramat jauh...
Andai lebih jauh lagi...,
sebab waktu tidak menanti melainkan terus bergulir
*
JANGAN BILANG TERDIAM
(BAIT KETIGA PROLOG TAPAK BERDERAP)
BENARKAH engkau sebut aku terdiam?
Bila benar begitu, kiranya kau keliru
Lantang suaraku tetap menyapamu,
walau hanya berupa sepenggal syair
Jadi, jangan bilang terdiam
*
DINGIN TAK MEMBEKU
(BAIT KEDUA PROLOG TAPAK BERDERAP)
DINGIN
Begitulah sepintas raba
Padahal dingin ini hanyalah selubung kerisauan
Selubung tak membekukan
PsMinggu, awal Desember 2005
0 Comments:
Post a Comment
<< Home